Di dalam persaingan seperti sekarang, kebutuhan
akan tenaga kerja yang memiliki profesionalisme dan manajerial skill
yang berbasis kemampuan sudah merupakan tuntutan. Terlebih di dunia
kerja sekarang banyak dipengaruhi perubahan pasar, ekonomi dan
teknologi. Tenaga kerja yang memiliki kecerdasan emosional (Emotional
Quatient) sangat mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut disamping
kecerdasan intelektual. Berdasar hasil survey Nasional Assosiation of
Colleges and Employers USA (2002) terhadap 457 pimpinan perusahaan
menyatakan bahwa Indeks Kumulatif
Prestasi (IPK) bukanlah hal yang dianggap penting dalam dunia kerja. Terdapat 2 tipe pelatihan skill di dalam dunia kerja yaitu hard skill dan soft skill.
Prestasi (IPK) bukanlah hal yang dianggap penting dalam dunia kerja. Terdapat 2 tipe pelatihan skill di dalam dunia kerja yaitu hard skill dan soft skill.
Tuti menjelaskan bahwa pelatihan pada dasarnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu pelatihan hard skill dan soft skill. Bentuk pelatihan hard skill yaitu pelatihan-pelatihan terkait langsung dengan pekerjaan karyawan. Misalnya saja, untuk bagian keuangan diberikan pelatihan cara menghitung biaya, bagian penjualan diberikan pelatihan selling skill, teknik presentasi, dan sebagainya. Hard skill penting diberikan agar orang bisa bekerja. Makanya, biasanya, pelatihan hard skill diberikan kepada karyawan di tingkat pelaksana, jelas Tuti.
Hard skill adalah penguasaan ilmu
pengetahuan,teknologi,ketrampilan dan ketrampilan teknis yang sesuai
dengan bidang ilmunya,sedangkan soft skill adalah ketrampilan seseorang
dalam berhubungan dengan orang lain ( interpersonal skill ) yang mampu
mengembangkan kerja secara maksimal.
Apabila hard skill lebih banyak mengulas tentang teknis pengerjaan,
maka soft skill berhubungan dengan pengembangan sikap dan karakter diri
atau kemampuan mengelola manusia, misalnya saja managerial skill,
communication skill, leadership, networking, atau personal development.
Pelatihan semacam ini biasa diberikan untuk tingkat supervisor ke atas
untuk membantu pimpinan mengatur anak buahnya, jelas Tuti.
Menurut Ramdhani ( 2008 ) soft skill sering
juga disebut ketrampilan lunak adalah ketrampilan yang digunakan dalam
berhubungan dan kerja sama dengan orang lain. Secara garis besar
ketrampilan ini dapat dikelompokan kedalam
Walau demikian, Tuti menekankan bahwa setiap pekerja di tingkat
manapun sebetulnya membutuhkan gabungan pelatihan hard skill maupun
soft skill. Pekerjaan yang tidak membutuhkan soft skill hanyalah
pekerjaan buruh, tutur Tuti. Menurutnya, hard skill membuat orang
sekadar bisa bekerja. Sedangkan soft skill akan memoles orang tersebut
untuk bisa menampilkan hasil pekerjaannya secara excellent.Misalnya saja, untuk seorang yang bekerja di bidang keuangan, apabila ia menguasai teknik presentasi dan seni berkomunikasi yang baik, maka ia bisa memberikan warna yang lain ketika melaporkan hasil pekerjaannya, jika laporan tersebut disampaikan dengan penuturan yang jelas dan dibalut oleh presentasi yang menarik.
Bisa jadi beberapa orang mengerjakan satu pekerjaan yang sama dengan hasil yang sama juga. Tapi yang membuat salah satu dari mereka lebih menonjol dari yang lain adalah kemampuan penguasaan soft skill yang tinggi, yaitu mereka yang menguasai dengan baik seni berkomunikasi, menjalin relasi, leadership, dan sebagainya, terang Tuti. Biasanya orang-orang yang memiliki soft skill tinggi inilah yang akan lebih cepat melesat kariernya dan menjadi pemimpin di kelompoknya, tambahnya.
Melihat pentingnya peran soft skill dalam dunia kerja, maka, idealnya, baik soft skill maupun hard skill, memang harus diberikan di tingkat pemimpin ataupun pekerja walaupun dengan komposisi yang berbeda. Bentuknya seperti piramida. Soft skill diberikan lebih banyak ketimbang hard skill untuk para pemimpin dan sebaliknya untuk tingkat pekerja, jelas Tuti. Menurutnya, hal ini disebabkan karena pemimpin sudah tidak banyak lagi mengerjakan hal-hal teknis dan dianggap telah menguasai teknis pekerjaan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar